摘要:Kearifan lokal mengajarkan pada manusia untuk hidup lebih arif dan bijaksana,salah satunya terwujud dalam menjaga lingkungannya. Namun,kearifan lokal yang seharusnya dapat diwariskan secara turun temurun mulai tergerus oleh arus modernisasi dan globalisasi. Untuk itulah saat ini sangat jarang ditemukan orang yang masih menerapkan kearifan lokal sebagai pegangan hidup,termasuk dalam upayanya menyikapi lingkungannya. Hal ini berdampak pada semakin rusaknya lingkungan alam. Perlu adanya upaya untuk mengurangi kejadian seperti ini,salah satunya dengan cara mengingatkan sesama melalui kajian novel. Oleh karena itu,perlu adanya penelitian dengan objek kajian novel bertema lingkungan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif komparatif dengan pendekatan ekologi. Objek kajian penelitian ini adalah novel yang berjudul “Sokola Rimba” karya Butet Manurung dan “Sebuah Wilayah yang Tidak Ada di Google Earth” karya Pandu Hamzah. Tujuan penelitian untuk menghasilkan deskripsi pemertahanan kearifan lokal yang dapat mengantisipasi atau paling tidak menghambat kerusakan lingkungan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat dalam setting novel tersebut berupaya untuk menjaga kelestarian alam,menjaga harmonisasi kehidupannya dengan alam melalui kearifan lokal yang dipegang teguh. Masyarakat meyakini dampak buruk kerusakan alam ketika mereka melupakan kearifan lokal. Kearifan lokal yang mereka pegang teguh meliputi pengetahuan,nilai,keterampilan,sumber daya alam,mekanisme pengambilan keputusan,ritual,dan kepercayaan lokal..
其他摘要:Local wisdom teaches people to live wiser,one of which is manifested in protecting the environment. This local wisdom is started to be eroded by the flow of modernization and globalization. Thus,it is very rare to find people who still apply local wisdom